Pangandaran? Ga asing lagi kan? Daerah wisata di Priangan Timur yang syarat dengan keindahan ini adalah anugrah alam yang luar biasa. Selain pantainya yang relatif bersih juga banyak destinasi yang menjanjikan bagi para pelancong, sebut saja wilayah Batu karas misalnya.
Pantai Batu Karas biasa digunakan untuk olahraga air, pesisir yang berupa teluk itu menawarkan keasyikan bermain air bersama keluarga. Banyak turis mancanegara maupun lokal yang melakukan olahraga air. Dengan pakaian yang sangat minim, mereka menjadi pusat perhatian para pengunjung. Risih memang tetapi hal ini merupakan sebuah resiko dari objek wisata. Welcome pada siapapun yang menjadi wisatawan. Selain berselancar, kita juga bisa menikmati sensasi banana boat yang membuat jantung berdetak kencang ketika melaju membelah laut.
Setelah puas bermain air, di sebelah kiri dari objek wisata Batu Karas terdapat jembatan mangrove yang menawarkan sensasi ter sendiri. Perjalanan darat sekitar 20 menit menuju bibir pantai yang menyediakan penyewaan perahu. Dengan membayar Rp 150.000 untuk sewa satu perahu (yang standard) pulang pergi akhirnya aku sampai di dermaga jembatan mangrove, masuk objeknya cukup bayar Rp 10.000 saja maka kita akan menikmati hamparan hutan mangrove yang tertata rapi.
Perahu yang ditawarkan beraneka bentuk dengan harga yang berbeda tergantung dari fasilitas yang ada. Aneka macam bentuk perahu seliweran yang dipesan pengunjung di laut itu memberi nuansa yang indah, asyik buat foto-foto. walaupun aku sebelumnya merasakan deg-degan ketika kaki baru menginjak di pinggir perahu, kali kedua naik erahu selaun dulu waktu Sekolah Dasar (SD) dipaksa sama teman-teman dan guru. Kali ini bukan terpaksa, tapi keinginan sendiri yang butuh dukungan adrenalin untuk meloloskannya.
Perahu motor yang bergerak kencang di tengah sapuan angin laut membuat jantung berdetak hebat, bergoyang ke kiri atau kanan apalagi tanpa rompi pelampung. Yang aku harapkan adalah keselamatan aku bersama keluarga. Sepanjang perjalanan aku berdoa dalam hati sambil menenangkan si bungsu yang sesekali meringis terkena cipratan air dari perahu lain yang berpapasan. Perjalanan 20 menit adalah terapi takut melawan trauma laut yang aku rasakan bertahun-tahun.
Angin pantai dan terik matahari tak menyurutkan niatku untuk mengabadikan berbagai moment bersama keluarga karena sayang untuk dilewatkan begitu saja. Sebenarnya kaki masih gemetar ketika menginjak tangga jembatan tetapi semua rasa itu harus aku buang jauh-jauh apalagi di hadapan anak-anak. Aku harus menampilkan sosok tegar dan berani supaya anak-anak juga tidak takut.
Di sepanjang jembatan disediakan tempat sampah agar pengunjung tidak membuang sampah ke laut dimana habitat mangrove tersebut tumbuh. Tumbuhan mangrovenya memang belum rapat sehingga masih butuh waktu lebih lama lagi untuk dirawat. Air laut yang tampak bersih adalah sebuah bukti kesadaran pengunjung untuk tidak membuang sampah ke laut. setelah lelah berjalan disekitar jembatan mangrove, beberapa saung tempat istirahat yang asri dan melindungi kita dari panas dan lelah setelah menjelajahi jembatan mangrove menjadi sandaran sementara. Duduk bersandar, bercerita dan tentunya foto-foto adalah beberapa aktivitas yang dilakukan saya beserta pengunjung lainnya.
ketika aku penat dan haus, dilokasi hutan mangrove juga tersedia aneka jajanan pantai seperti minuman, snack dan tentu saja kelapa muda. Kesan asri dan nyaman walau di tengah terik matahari adalah pengalaman tersendiri yang mengajarkan kecintaan terhadap lingkungan, pelestariannya dan pengenalan terhadap objek alam yang dilindungi sebagai barrier dari abrasi pantai. Kalau bukan kita yang menjaga pantai, siapa lagi? mungkin slogan itu bisa diberikan juga bagi para pengunjung.
Semoga hutan mangrove dan habitatnya tetap terjaga, lestari dan juga menyumbangkan oksigen bagi pengunjungnya secara khusus serta bagi manusia pada umumnya.
Save Natural Resources
#jembatanmangrovepangandaran