Menuju Kongres V IKA 

IMG_20170826_064516Alarm berbunyi,  aku membuka mata dan mematikan jam weker di meja. Ups… Segera beranjak ke kamar mandi,  bergegas beres-beres dan membangunkan my hubby. Hari ini adalah acara akbar yang sangat aku tunggu-tunggu yaitu Kongres Ikatan Alumni (IKA) Universitas Pendidikan Indonesia yang ke-5. Reuni sekaligus mendapatkan beberapa pencerahan dari senior yang sudah mumpuni.

Begitu dapat kabar ada kongres IKA dari teh Nining, langsung saja chat ke panitia dan kebetulan masih ada kuota. alhamdulillah masih bisa bergabung walau harus menembus dinginnya udara pagi dan merasa menggigil di mobil elp yang mengantar hingga terminal Leuwi Panjang.

Tukang bubur pinggir jalan merupakan sosok yang menyelamatkan perut dari lapar dan dinginnya kota Bandung,  setelah bertanya pada satpam terminal maka kulanjutkan dengan naik bis menuju terminal Kebon Kalapa karena aplikasi gojek yang baru di unggah belum bisa digunakan.

Walau dulu pernah tinggal beberapa tahun di Kota Kembang tetapi suasana sekarang jauh berbeda, kulihat lagi aplikasi gojek dan yupz… Bisa juga dipakai,  ini untuk pertama kalinya aku pakai aplikasi ini dan alhamdulillah bisa sampai di tempat tujuan Hotel El Royale Bandung.

Cekrak-cekrek sebelum acara di mulai adalah hal yang dilakukan apalagi bertemu dengan rekan-rekan seangkatan ataupun adik kelas. Kehebohan mendapat ilmu, wawasan dan sekaligus reuni adalah harapan setiap peserta.

Dan acarapun  dimulai karena para pejabat satu persatu sudah memasuki ruangan. Aku sengaja memilih tempat duduk paling depan, selain tempat duduk VIP yang sudah ditandai oleh panitia.

#Kongres V IKA UPI Bdg #Reunialumni #ReuniUPI Bdg #ReuniGeo

Bandung,  26 Agustus 2017

Pak Kepsek

Seperti biasa, jam pertama masuk ke kelas di lantai tiga,  setelah melakukan presensi dan absensi kemudian memulai dengan menuturkan tujuan pembelajaran.

Tiba-tiba Anisa,  murid yang duduk dekat jendela berbicara: “Bu… Ada yang ngetuk pintu” sekilas kulihat ke jendela dan Pak kepala terlihat berjalan ke arah pintu kelasku. Aku beranjak menuju pintu tapi tak kujumpai kepala sekolah,  kutengok ke arah tangga juga tak kujumpai orang. Mungkin beliau ngecek kehadiran guru-guru,  pikirku.

Aku kembali melanjutkan pelajaran hingga usai. Setelah istirahat tiba,  saya bertemu dengan kepala sekolah di koridor ruang tamu.

“Pak… Mau kemana, kok udah ganti baju lagi? ” ucapku sambil melihat kemeja biru muda dengan celana abu-abu tua.

“Lho dari tadi saya pake baju ini kok! ” beliau kelihatan terheran-heran dan lebih terkejut lagi saya. Terus,  yang tadi pake kemeja hitam siapa ya? Wajahnya persis pak kepala. Duh,  pak kepalapun cuma bilang: “Berarti ada yang mewakili saya buat kontrol kelas Bu… ”

Halaaaahhhh

#fiksiminiAiTitin

#Mediojuli2016/2017

Partisipasi Lomba Agustus-an

Foto.jpg

Bagian dari Sosialisasi

Perayaan memeriahkan hari kemerdekaan tiap tanggal 17 Agustus dan sesudahnya atau bahkan ada yang sebelum hari-H selalu diramaikan oleh seluruh warga negara Indonesia. Semua orang baik muda maupun tua beramai-ramai menunjukan partisipasinya.

Sebagai warga,  kita mesti berpartisipasi karena moment langka ini merupakan ajang silaturahmi sesama warga. Biasanya dalam keseharian sibuk dengan kegiatan masing-masing dan saat perayaan 17-an berkumpul,  bermain dalam berbagai lomba dan gembira bersama.

Berbagai acara/lomba dengan hadiah-hadiah menarik dan unik dipersiapkan oleh panitia baik tingkat RT/RW maupun lebih tinggi dari itu.  Semua bergabung dalam kegiatan tahunan dengan dana dari swadaya maupun donatur yang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari sebelum acara berlangsung.

Partisipasi tanpa Atribut dan Status Sosial

Partisipasi pada kegiatan Agustus-an tak perlu menggunakan data berdasarkan Daftar Urutan Kepegawaian (DUK) atau status sosial lainnya di masyarakat. Semua berpartisipasi sebagai warga masyarakat yang merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia di lingkungannya. Tengok saja yang melakukan perlombaan panjat pinang misalnya, siapa yang kuat maka dialah yang jadi penopang, harus ada paling bawah dan siap diinjak pundaknya oleh siapapun yang naik ke pohon pinang. Tak ada kata”permisi” atau “Maaf” karena sudah menginjak pundaknya, siapapun dia, anak siapa atau pangkatnya apa? Tertawa dalam kekompakan adalah hiburan tersendiri bagi penonton.

Lomba Agustus-an juga mengedepankan kebersamaan dan kekompakan, dengan siapapun anggota kelompoknya maka diantara mereka harus menciptakan goal yang memiliki satu missi yaitu dapat hadiah dan tertawa bersama ketika mengalami hal yang lucu dan mengesankan. Bapak-bapak rela didandani coreng moreng bahkan terkesan di luar kebiasaan, misalnya sepak bola memakai daster, lomba menggendong istrinya, ngambil uang dengan mulut dari dalam terigu dan masih banyak lagi lomba yang mengesampingkan “rasa malu” ditonton oleh orang banyak.

Ketika acara perlombaan atau hiburan berlangsung, anak-anak biasanya paling antusias. Ibu yang masih memiliki anak balita harus rela mendampingi hingga acara usai atau anak sudah kelelahan dengan sajian acara tersebut. Seperti saweran agustusan pada acara hiburan misalnya, seorang ibu harus menanggalkan atribut dan statusnya baik di lingkungan kerja maupun keluarganya hanya karena anak balitanya menginginkan saweran tersebut. Uang yang disawerkan tak seberapa, paling sekitar Rp 2.000 bahkan recehan walau ada juga beberapa orang yang saweran uang RP 10.000 dan Rp. 20.000 tapi kehebohan berebut dan guyuran air yang sesekali menimpa penonton acara hiburan tersebut, membuat anak-anak merasa puas. Dapat lemparan sebuah mie instan saja akan menjadi cerita tersendiri bagi anak begitu sampai di rumah. Nongkrong paling depan di acara “dangdutan” dapat saweran air dan uang bukan tujuan utama, yang lebih penting dari itu adalah berbahagia bersama anak dan keluarga merayakan hari kemerdekaan.

Dirgahayu Republik Indonesia ke-72

 

 

 

Di Suatu Senja

Oleh: Ai Titin

Daun itu mulai menguning
Seperti halnya senja yang kian temaram
Kelopak bunga mawar berjatuhan
Mengikuti aturan alam
Dan semilir angin pun menghanyutkan suasana

Adakah esok hari masih terdengar kicauan burung yang bertengger di deretan kabel listrik PLN
Saling mematuk dan membersihkan bulunya
Terbang riang bersenda gurau
Tak merasa kehilangan mentari yang kian tenggelam?

Sang waktulah pengatur agenda
Penghuni alam hanya menjalani
Meriuhkan suasana
Menjejakkan cerita
Membuat diorama
Sebagai bagian dari alur kehidupan

Hanya ada satu asa
Semoga esok masih menghirup oksigen menikmati panorama senja
Seperti hari ini

Tanjungjaya, 07/08/2017

Jembatan Mangrove Pangandaran

FB_IMG_1503035881279Pangandaran?  Ga asing lagi kan? Daerah wisata di Priangan Timur yang syarat dengan keindahan ini adalah anugrah alam yang luar biasa.  Selain pantainya yang relatif bersih juga banyak destinasi yang menjanjikan bagi para pelancong,  sebut saja wilayah Batu karas misalnya.

Pantai Batu Karas biasa digunakan untuk olahraga air, pesisir yang berupa teluk itu menawarkan keasyikan bermain air bersama keluarga.  Banyak turis mancanegara maupun lokal yang melakukan olahraga air. Dengan pakaian yang sangat minim, mereka menjadi pusat perhatian para pengunjung. Risih memang tetapi hal ini merupakan sebuah resiko dari objek wisata. Welcome pada siapapun yang menjadi wisatawan. Selain berselancar, kita juga bisa menikmati sensasi banana boat yang membuat jantung berdetak kencang ketika melaju membelah laut.

Setelah puas bermain air, di sebelah kiri dari objek wisata Batu Karas terdapat jembatan mangrove yang menawarkan sensasi ter sendiri. Perjalanan darat sekitar 20 menit menuju bibir pantai yang menyediakan penyewaan perahu. Dengan membayar Rp 150.000 untuk sewa satu perahu (yang standard) pulang pergi akhirnya aku sampai di dermaga jembatan mangrove,  masuk objeknya cukup bayar Rp 10.000 saja maka kita akan menikmati hamparan hutan mangrove yang tertata rapi.

FB_IMG_1503035889945.jpg

Perahu yang ditawarkan beraneka bentuk dengan harga yang berbeda tergantung dari fasilitas yang ada. Aneka macam bentuk perahu seliweran yang dipesan pengunjung di laut itu memberi nuansa yang indah, asyik buat foto-foto. walaupun aku sebelumnya merasakan deg-degan ketika kaki baru menginjak di pinggir perahu, kali kedua naik erahu selaun dulu waktu Sekolah Dasar (SD) dipaksa sama teman-teman dan guru. Kali ini bukan terpaksa, tapi keinginan sendiri yang butuh dukungan adrenalin untuk meloloskannya.

Perahu motor yang bergerak kencang di tengah sapuan angin laut membuat jantung berdetak hebat, bergoyang ke kiri atau kanan apalagi tanpa rompi pelampung. Yang aku harapkan adalah keselamatan aku bersama keluarga. Sepanjang perjalanan aku berdoa dalam hati sambil menenangkan si bungsu yang sesekali meringis terkena cipratan air dari perahu lain yang berpapasan. Perjalanan 20 menit adalah terapi takut melawan trauma laut yang aku rasakan bertahun-tahun.

Angin pantai dan terik matahari tak menyurutkan niatku untuk mengabadikan berbagai moment bersama keluarga karena sayang untuk dilewatkan begitu saja. Sebenarnya kaki masih gemetar ketika menginjak tangga jembatan tetapi semua rasa itu harus aku buang jauh-jauh apalagi di hadapan anak-anak. Aku harus menampilkan sosok tegar dan berani supaya anak-anak juga tidak takut.

Di sepanjang jembatan disediakan tempat sampah agar pengunjung tidak membuang sampah ke laut dimana habitat mangrove tersebut tumbuh.  Tumbuhan mangrovenya memang belum rapat sehingga masih butuh waktu lebih lama lagi untuk dirawat. Air laut yang tampak bersih adalah sebuah bukti kesadaran pengunjung untuk tidak membuang sampah ke laut. setelah lelah berjalan disekitar jembatan mangrove, beberapa saung tempat istirahat yang asri dan melindungi kita dari panas dan lelah setelah menjelajahi jembatan mangrove menjadi sandaran sementara. Duduk bersandar, bercerita dan tentunya foto-foto adalah beberapa aktivitas yang dilakukan saya beserta pengunjung lainnya.

FB_IMG_1503035846148

ketika aku penat dan haus, dilokasi hutan mangrove juga tersedia aneka jajanan pantai seperti minuman,  snack dan tentu saja kelapa muda. Kesan asri dan nyaman walau di tengah terik matahari adalah pengalaman tersendiri yang mengajarkan kecintaan terhadap lingkungan, pelestariannya dan pengenalan terhadap objek alam yang dilindungi sebagai barrier dari abrasi pantai. Kalau bukan kita yang menjaga pantai, siapa lagi? mungkin slogan itu bisa diberikan juga bagi para pengunjung.

Semoga hutan mangrove dan habitatnya tetap terjaga, lestari dan juga menyumbangkan oksigen bagi pengunjungnya secara khusus serta bagi manusia pada umumnya.

Save Natural Resources

#jembatanmangrovepangandaran

 

Karena Dia

Tiga hari tak terasa

Seperti hari-hari lainnya

Aku abaikan perasaan dan kehadiranmu

Karena aku harus konsentrasi dengan pekerjaanku

 

Apa kata orang jika aku terus memikirkanmu sementara pekerjaan menumpuk?

Biarlah orang lain tahu kalau kau tak ada dan tak pernah bersamaku

Perih ini adalah rasa yang harus kusembunyikan

Panas dingin menjelang sore adalah nuansa yang paling kubenci

Ohhh

Karena dirimu mukaku kusembunyikan

Karena dirimu

Ku tahan makan kacang-kacangan

Aku bahkan ingin kau segera pergi

Ohhhh jerawat…..

#puisikocak

Medioagustus2017

Di Suatu Senja

Di Suatu Senja
Oleh: Ai Titin

Daun itu mulai menguning
Seperti halnya senja yang kian temaram
Kelopak bunga mawar berjatuhan
Mengikuti aturan alam
Dan semilir angin pun menghanyutkan suasana

Adakah esok hari masih terdengar kicauan burung yang bertengger di deretan kabel listrik PLN
Saling mematuk dan membersihkan bulunya
Terbang riang bersenda gurau
Tak merasa kehilangan mentari yang kian tenggelam?

Sang waktulah pengatur agenda
Penghuni alam hanya menjalani
Meriuhkan suasana
Menjejakkan cerita
Membuat diorama
Sebagai bagian dari alur kehidupan

Hanya ada satu asa
Semoga esok masih menghirup oksigen menikmati panorama senja
Seperti hari ini

#1 minggu1cerita

Tanjungjaya, 07/08/2017